ima{jin}arium



Tiga bulan berlalu. Terakhir aku menjumpaimu lewat catatan yang kutulis di blog ini. Mungkin kau telah membacanya setelah habis hari untuk mengirimimu pesan seluler. Mungkin juga belum.

Kali ini akan kuceritakan padamu sebuah kisah. Semoga kau membacanya.

Akhir bulan lalu aku mengikuti kegiatan kampus. Sekira tiga setengah jam dari Makassar, jauh bersembuh ditepi bukit. Kabut akan datang dengan tibatiba dan hujan tak punya jadwal pasti. Malam berselimut dingin dan siang menyantap mentari. Dari sana pula kita bisa menikmati panorama Bantaeng, diatas ketinggian bukitbukit Loka Camp.

Di sisi tenda sebelah barat mengalir sungai kecil. Air yang bening menembus pandangan pada batubatu yang berbaris tak rapi. Sejuk akan segera menjalari tubuh saat menceburkan diri ke dalamnya. Serasa ingin menari diantara bebatuan menikmati riak sungai. Karena kegirangan tak sengaja kakiku terpeleset. Badanku menghantam batu besar dan kepalaku karam di dasar sungai. Tangan kiri terhempas tepat pada batu yang ada di sisi tubuhku. Dan jam tangan bertubrukan dengan batu.

Aku tak hirau dengan tubuh yang sakit dan kepala yang terasa berat. Pikiranku tertuju ke lengan kiri. Sewaktu sekolah dulu tanganku patah dan masih sering terasa sakit hingga sekarang, aku takut patah lagi. Juga jam tangan itu. Jam tangan yang mempertemukan kita. Kuangkat lengan dan menengok jam tangan, takut kalau saja kacanya pecah. Tapi ternyata tidak.

Sepulang dari lokasi aku baru sadar ternyata jam tangan itu tak lagi berdentang. Dua jarum yang tak sama panjang diam di angka berbeda. Jarum panjang di angka Sembilan dan jarum pendek dekat angka sebelas. Ada serupa embun hinggap di kaca bagian dalam. Jam tangan itu rusak. Aku ingat sewaktu membelinya, katamu jam tangan itu anti-air. Tapi kenapa sekarang embun itu tak mau hilang, padahal aku telah mengeraminya dekat kompor minyak tanah di rumah kontrakan seorang teman. Bukankah belum cukup setahun aku membelinya darimu.

Aku tak lagi bisa menghitung tiap detik berlalu. Sekarang hitungan berdasarkan seberapa kepalaku mampu menyimpan kenangan dan hati dapat merasai hari yang tak bersamamu.

Tapi jangan khawatir, aku tak akan membuang jam tangan yang telah rusak itu. Aku tahu masih banyak hari yang mungkin akan mempertemukan kita lagi. Kan kuserahkan jam tangan rusak itu dan meminta garansi atas kealpaan tiga bulan tak bertemu. Meski aku tahu cinta tak pernah tepat waktu.[]


Categories: ,

Leave a Reply