ima{jin}arium


Kemarin, aku masuk kampus karena sehari sebelumnya telah dihubungi melalui pesan singkat oleh salah seorang teman untuk sedikit mengobrol mengenai rencana membuat naskah teatrikal.

Waktu yang ditentukan adalah pukul satu siang, dan setelah hujan mereda aku bersegera ke kampus meski telah lewat beberapa menit dari waktu perjanjian. Karena selepas hujan kondisi jalan licin maka motor agak pelan melaju, apalagi kondisi kota saat ini begitu ramai oleh kendaraan yang setiap hari bertambah jumlahnya. Selain itu, proyek pelebaran jalan sebagai dalih untuk mengatasi kemacetan pun menjadi penyebab melambatkan arus lalu lintas dan kadang membuat sebagian orang merasa jengkel.

Sekitar empat puluh menit kemudian aku telah berada di kampus dan langsung menuju sekretariat himpunan, tempat janjian. Disana kudapati beberapa orang sedang mengobrol di koridor sambil berdiri, didepan himpunan diatas karpet biru ada tiga orang teman dan didalam juga tidak banyak orang. Aku bertanya ke salah seorang apakah teman-teman yang akan ikut obrolan siang telah datang atau belum. Katanya masih dalam perjalanan menuju kampus, aku langsung maklum saja karena kondisinya memang memungkinkan untuk terlambat jika berangkatnya tepat waktu. Selain karena selepas hujan, macet, juga karena jarak dari rumah ke kampus yang jauh. Tapi sebenarnya bila berangkat lebih awal pasti tidak telat.

Beberapa menit kemudian teman-teman yang akan ikut ngobrol siang sudah datang, mereka ada tiga orang. Karena yang kutahu kesemuanya tidak tiga orang saja, maka kuajak mereka mengobrol ringan sekedar untuk mengisi waktu menunggu yang lain. Aku mencoba bertanya tentang pengalamn mereka di kegiatan bakti sosial kemarin yang tidak sempat kuikuti karena terserang demam tinggi. Mereka mengatakan bahwa kegiatannya cukup seru, selain karena mereka merasa kedinginan juga beberapa cerita lucu yang didapati di lokasi. Aku cukup heran karena sebenarnya arah dari pertanyaanku bukan apakah mereka dingin atau tidak, tidak sekedar itu, tapi seberapa bermanfaatkah kegiatan itu dan apa yang mereka dapatkan. Karena sepengetahuanku kegiatan itu juga selain untuk bersosialisasi ke masyarakat juga ada poin bagaimana membina keakraban sesama. Tapi tak kudapati serunya cerita tentang bagaimana mereka bisa saling mengakrabi satu sama lain.

Disela-sela perbincangan itu, aku mengeluarkan dua buah buku yang ada di tas untuk memperlihatkan ke teman-teman, barangkali saja mereka tertarik membacanya. Tapi seperti dugaanku sebelumnya bahwa kini orang sudah tak gemar membaca lagi, itu hanya asumsiku saja, karena beberapa saat buku itu ada ditangannya tapi tak beranjak dari halaman judul. Yang satu hanya membolak-balik halaman demi halaman, mungkin mencari gambar yang menarik atau hanya sekedar menikmati aroma kertasnya. Aku tahu bahwa buku bukan lagi barang yang begitu menarik untuk disantap, virtual world kini lebih mengasyikkan dari padanya. Dia berseloroh kalau dia tidak mengerti apa maksud tulisan buku itu ketika aku menanyainya perihal kenapa hanya melihat-lihat saja. Tapi sudahlah…

Kemudian si empunya datang, teman yang mengirimu pesan singkat itu. Dia kemudian menjelaskan beberapa hal kepadaku, tentang berapa jumlah yang seharusnya hadir, kendala mereka, juga tentang kemungkinan ketidak-bisaan beberapa orang mengikuti dengan penuh waktu karena terikat dengan latihan jenis acara yang lain. Ya, karena tak sempat sarapan maka aku meminta izin beberapa saat untuk ke kantin mengisi perut dulu. Pas saat kunyahan terakhir kutelan sebuah pesan singkat masuk ke telpon selulerku yang menanyakan apakah aku telah selesai makan. Artinya mereka telah memanggilku dan acara obrolan siang akan segera dimulai. Aku bergegas menuju himpunan tempat teman-teman berkumpul, tapi sesampai disitu jumlahnya tak bertambah. Tapi karena telah menunggu sejak tadi maka obrolan dimulai saja sembari menunggu, kalaupun nantinya ada yang datang dia bisa langsung ikut obrolan kami.

Kami memilih tempat agak menjauh dari himpunan karena bising, koridor didepan kelas yang kosong karena kampus sedang libur menjadi pilihan kami. Kami kemudian duduk dilantai dengan formasi melingkar, semuanya berjumlah tujuh orang. Obrolan pun dimulai dengan membicarakan tujuan dari pertemuan siang itu. Kemudian setiap orang memberi pandangan tentang apa dan bagaimana teatrikal itu menurut masing-masing, juga dibagian mana kapasitas mereka dalam sebuah lakon. Setelah semuanya memberi pandangan, kami lalu mengobrol beberapa hal seperti bagaimana latihan akan berjalan, jadwal, apa saja yang menjadi materi latihan, sampai pada apa-apa saja yang akan dimasukkan ke dalam naskah untuk dipentaskan. Karena teatrikal adalah kehidupan nyata yang kemudian diangkat ke panggung untuk dilakonkan.

Disela-sela obrolan hadir tawa, canda, dan jalangkote.* Kemudian timbul ide aneh untuk mengganti nama hari sesuai nama kami karena jumlah kami bertujuh. Tujuannya hanya supaya kita bisa bertanggungjawab untuk setiap nama hari itu agar bisa menghubungi teman yang lain untuk koordinasi latihan nantinya. Juga untuk seru-seruan saja dan cukup lucu jika menyebut hari dengan nama kita masing-masing. Iccank memilih hari selasa, kemudian fatma memlih kamis, enal memilih jumat, cida memilih senin, muji memilih rabu, aku mendapat jatah hari minggu karena kalah oleh april yang ngotot mengambil hari sabtu yang ternyata kami berdua sama-sama lahir di hari sabtu. Lucu juga ketika orang bertanya ke kami tentang hari apa hari ini dan kami menjawab “fatma”. Bisa dibayangkan dahi orang itu langsung berkerut tanda tak paham dan bingung kok bisa hari fatma…hehehe..

Berdasarkan sejarahnya, nama-nama hari itu ditentukan pendedikasian atas sesuatu, seperti Senin : Monday (Moon’s Day), Selasa : Tuesday (Tiu’s Day, di ambil dari nama dewa perang Tiu), Rabu : Wednesday (Woden’s day), Kamis : (Thursday, Thor’s day, Thor adalah dewa petir), Jumat : (Friday, Freyja’s day, seperti Venus, Freyja adalah dewi cinta), Sabtu : (Saturday) diambil dari saturn, saturn’s day, Minggu : (Sunday) Di ambil dari matahari, Sun’s Day.

Setelah dirasa cukup, obrol siang kami sudahi dan memutuskan untuk ke pelataran baruga melihat teman-teman berlatih parodi. Lalu kami pulang dan bersiap kembali esok hari untuk latihan perdana.[]

*Jalangkote, sejenis makanan tradisional yang sering juga disebut pastel.


Categories:

Leave a Reply